Menurut Convention on Biological Diversity, keanekaragaman hayati meliputi keanekaragaman jenis, antar jenis dan ekosistem. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994, keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua sumber termasuk diantaranta daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya mencakup keanekaragaman dalam spesies dan ekosistem. Soerjani berpendapat bahwa keanekaragaman hayati menyangkut keunikan suatu spesies dan genetik dimana makhluk hidup tersebut berada. Disebut unik karena spesies hidup di suatu habitat yang khusus atau makanan yang dimakannya sangat khas, misalnya koala memakan daun kayu putih dan habitat aslinya di Australia. Keanekaragaman hayati merupakan bentuk kehidupan di bumi, baik tumbuhan, hewan, mikroorganisme, genetika yang dikandungnya maupun ekosistem serta proses-proses ekologi yang dibangun menjadi lingkungan hidup. Keanekaragaman hayati merupakan salah satu hal yang penting bagi kehidupan karena keanekaragaman hayati berperan dalam sistem ekologi sebagai indikator dan sarana untuk mengetahui adanya perubahan spesies. Keanekaragaman hayati juga mencakup kekayaan spesies dan kompleksitas ekosistem sehingga dapat mempengaruhi komunitas organisme, perkembangan dan stabilitas ekosistem. Secara sederhana, keanekaragaman hayati merujuk pada berbagai jenis kehidupan biologis di bumi. Keanekaragaman hayati biasanya disebut biodiversitas (biodiversity).
Negara Indonesia adalah negara kepulauan dengan banyaknya laut disekelilingnya. Hal ini menyebabkan ekosistem di Indonesia bermacam-macam. Lokasi Indonesia yang terbilang strategis juga dapat menyebabkan banyaknya flora dan fauna yang mendiami ibu pertiwi ini. Lokasi Indonesia yang diapit oleh dua benua dan dua samudera yaitu benua Asia dan benua Australia serta samudera Hindia dan samudera Pasifik. Lokasi ini juga bisa terbilang menyebabkan sumber daya alam di Indonesia beragam. Negara Indonesia dikenal masyarakat dunia sebagai negara megabiodiversity. Sebutan ini didukung oleh keadaan dan kekayaan alam negara Indonesia dengan iklim tropis yang menjadi habitat yang cocok bagi berbagai flora dan fauna serta Indonesia merupakan salah satu negara yang dilalui garis khatulistiwa. Hal ini menjadikan keanekaragaman hayati (biodiversity) di Indonesia menjadi terhitung sangat tinggi. Data keanekaragaman hayati di Indonesia menurut Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2013 terdapat sekitar 17 persen dari keseluruhan jenis makhluk hidup yang ada di bumi. Daratan Indonesia hanya 1,3 persen tetapi memiliki flora dan fauna yang spektakuler dan unik. Keanekaragaman hayati yang menganggumkan di Indonesia terhitung 10 persen spesies berbunga, 12 persen spesies mamalia, 16 persen spesies reptil dan amfibi, 17 persen spesies burung, dan 25 persen spesies semua ikan.
Keanekaragaman hayati memiliki banyak sekali manfaat dan dapat digolongkan dalam beberapa segi. Dalam segi ekonomi keanekaragaman hayati sebagai sumber pangan, sumber karbohidrat dan protein, sumber obat-obatan dari kosmetik, sumber kayu, dan sumber perikanan. Dalam segi sosial dan budaya, kenaekaragaman hayati dijadikan sebagai warisan budaya Indonesia misalnya komodo, kegiatan memanen hasil hutan atau pertanian merupakan kebiasaan khas masyarakat yang tinggal di pegunungan atau dataran tinggi, dan sebagai aturan masyarakat adat untuk kelestarian lingkungan. Dalam segi pendidikan, keanekaragaman hayati dijadikan sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian mengenai sumber makanan dan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan. Dalam segi wisata, keanekaragaman hayati dijadikan sebagai sarana rekreasi dan wisata serta manfaat keindahan. Terakhir, dalam segi ekologi, keanekaragaman hayati dijadikan sebagai sumber plasma nutfah, hutan hujan tropik Indonesia merupakan paru-paru dunia dan dapat menjaga kestabilan iklim global.
Namun sangat disayangkan, negara Indonesia juga termasuk negara dengan laju kepunahan keanekaragaman hayati cukup tinggi. Tingkat kepunahan keanekaragaman hayati tinggi karena dapat disebabkan laju kerusakan lingkungan, perburuan liar, dan penurunan areal tutupan hutan tinggi. Namun yang lebih sering diburu masyarakat adalah spesies fauna karena keberadaannya juga dianggap mengancam masyarakat serta memiliki nilai harga jual yang tinggi. Contohnya adalah harimau sumatera yang sudah tergolong langka dan masih diburu atau dibunuh masyarakat sekitar karena sudah masuk ke wilayah perkebunan warga. Bahkan di Indonesia sendiri tingkat kepunahan keanekaragaman hayati sudah di tingkat yang mengkhawatirkan. Ilmuwan memperkirakan sebanyak tiga jenis biota punah dalam setiap jam dan dua puluh ribu jenis spesies punah per tahunnya. Kepunahan ini mencapai seratus hingga seribu kali lipat lebih cepat dibandingkan dengan tingkat kepunahan normal. Padahal satu jenis fauna yang mati akan mempengaruhi kehidupan organisme jenis lain. Terdapat sebuah pernyataan bahwa tahun 2050 perubahan iklim diduga akan mengancam dua puluh lima persen semua jenis biota darat menuju kepunahan sehingga dihimbau semua masyarakat, pemerintah dan sektor swasta bergerak membantu mengurangi laju kepunahan keanekaragaman hayati. Cara-cara yang dapat dilakukan yaitu dengan melindungi habitat alami termasuk hutan, lahan basah, padang rumput, sungai, danau dengan pengelolaan yang baik dan berkelanjutan, menghindari framentasi dan alih fungsi habitat alami. Jika sudah terdegradasi, maka harus segera direhabilitasi areal bekas tambangnya. Kemudian, menjaga jenis fauna yang berada diluar habitat asli lokal agar tetap hidup. Misalnya dengan melakukan konservasi fauna.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konservasi berarti pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan; pengawetan; pelestarian. Secara sederhana, konservasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan alam, termasuk fauna untuk mempertahankan keberadaannya di masa yang akan datang. Konservasi bukan hanya sekadar untuk melestarikan alam namun juga untuk memelihara maupun melindungi tempat yang dianggap bernilai dan memiliki manfaat supaya tidak punah. Dalam melakukan konservasi juga terdapat beberapa manfaat yaitu melindungi kekayaan ekosistem alam dan memelihara proses ekologi maupun keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan, melindungi spesies fauna yang langka atau juga yang hampir punah. Dalam segi ekonomi juga dapat dirasakan manfaat dalam melakukan konservasi yaitu dapat mencegah kerugian yang diakibatkan oleh hilangnya sumber genetika yang terdapat dalam fauna yang dapat dijadikan sebagai bahan obat, juga bisa dapat menambah pendapatan negara dalam melakukan konservasi. Terdapat dua metode dalam melakukan konservasi fauna yaitu metode in-situ dan ex-situ. Metode in-situ adalah upaya pelestarian fauna yang dilakukan di habitat asli spesies tersebut. Kawasan yang berfungsi sebagai tempat konservasi adalah taman nasional, suaka margasatwa, dan cagar alam. Suatu tempat yang ditetapkan sebagai lokasi konservasi harus terjaga untuk meminimalisir akibat aktivitas tertentu supaya tidak rusak dan mengancam keberadaan fauna disana. Suatu lokasi yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi in-situ tidak dapat diakses sembarang orang karena yang boleh masuk hanya yang memiliki izin resmi dari pengelola kawasan konservasi. Tujuannya untuk menjaga lingkungan dan populasi fauna di kawasan in-situ berkeliaran secara liar. Sedangkan konservasi ex-situ yaitu upaya pelestarian fauna yang bukan dilakukan di daerah habitat aslinya, tetapi pada habitat buatan. Konservasi ini merupakan jalan keluar unuk melakukan pelestarian akibat habitat aslinya sudah rusak dan akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan fungsinya. Contoh kawasan konservasi ex-situ adalah penangkaran dan kebun binatang. Fungsi lain dari konservasi ex-situ adalah sebagai rehabilitas satwa yang akan dilepaskan kembali nantinya. Macam-macam usaha pelestarian fauna melalui bentuk konservasi yang ada di Indonesia adalah taman nasional, cagar alam, taman laut, suaka margasatwa, taman buru, melalui peraturan perundang-undangan dan melalui Keputusan Presiden.
Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Taman ini biasanya dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi dayam pariwisata, dan rekreasi alam. Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang memiliki fauna yang khas sehingga perlu dilindungi. Contoh cagar alam yaitu cagar alam hutan pinus janthoi di Aceh, cagar alam lembah anai di Sumatera Barat. Taman laut adalah lokasi perlindungan dan perbaikan pada ekosistem laut dimana ekosistem ini dijadikan sebagai habitat fauna langka yang dilindungi. Kawasan ini juga dapat digunakan sebagai kawasan pelestarian alam dengan tujuan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, dan wisata. Yang palng utama adalah untuk melestarikan jenis satwa air yang sudah terancam punah. Contoh taman laut di Indonesia adalah taman laut bunaken di Sulawesi Utara. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Taman buru adalah kawasan yang didalamnya terdapat potensi satwa buru yang diperuntukkan untuk rekreasi berburu. Contohnya adalah taman buru pulau pini di Sumatera Utara, taman buru semidang bukit kelabu di Bengkulu. Bentuk konservasi fauna melalui peraturan perundang-undangan bertujuan untuk melindungi beberapa jenis hewan yang terdapat di Indonesia. Sedangkan melalui Keputusan Presiden, misalnya Keppres nomor 4 tahun 1993 yang telah menetapkan beberapa hewan nasional.
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam status satwa kritis yang terancam punah (critically endangered). Harimau Sumatera memiliki tubuh yang relatif paling kecil dibandingkan dengan jenis harimau yang lain. Di alam liar, Harimau Sumatera hanya ditemukan di Pulau Sumatera, Indonesia. Harimau sumatera dapat berkembang biak kapan saja. Masa kehamilan harimau sumatera betina sekitar 103 hari dan biasanya harimau sumatera betina akan melahirkan 2 sampai 3 ekor sekaligus, paling banyak 6 ekor. Harimau sumatera dapat hidup di alam liar selama 15 tahun namun dikurungan 20 tahun. Tercatat 66 ekor harimau sumatera terbunuh antara tahun 1998 hingga 2000. Menurut data WWF Indonesia, di tahun 2004 jumlah populasi Harimau Sumatera di alam bebas hanya sekitar 400 individu saja. Namun menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pertanggal 29 Juli 2019, populasi harimau sumatera tinggal tersisa 603 ekor saja. Di tahun akhir-akhir ini semakin menurun akibat perburuan liar untuk diperdagangkan secara ilegal dimana bagian-bagian tubuhnya diperjualbelikan dengan harga yang sangat tinggi di pasar gelap untuk obat-obatan tradisional, perhiasan, jimat, dan dekorasi. Ancaman Harimau Sumatera punah lainnya adalah karena mereka kehilangan habitat karena tingginya laju deforestasi. Jika mereka sudah kehilangan habitat, mereka akan mencari habitat baru dengan memasuki wilayah perkebunan warga yang akan berujung kematian. Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia semakin memprihatinkan, meliputi kulit, kumis, cakar, ataupun opsetan utuh. Harga bagian tubuh harimau yang utuh dijual seharga 5 juta rupiah per lembar sampai dengan 25 juta rupiah per lembar. Sedangkan taring harimau akan dijual seharga 400 ribu rupiah hingga 1,1 juta rupiah. Deforestasi dan degradasi akan menyebabkan hilangnya hutan atau habitat harimau sumatera. Alih fungsi lahan untuk perkebunan, hutan tanaman industri, pemukiman, industri akan menyebabkan hutan menjadi berkurang. Investigasi Eyes on The Forest (2008) melaporkan bahwa pembuatan jalan logging oleh Asia Pulp & Paper (APP) sepanjang 45 km yang membelah hutan gambut di Senepis, Provinsi Riau mengakibatkan penyusutan luas hutan dan memicu peningkatan konflik manusia dengan harimau sumatera di kawasan tersebut. Keberadaan harimau sumatra saat ini menjadi sebuah polemik tersendiri karena banyaknya konflik antara manusia dan harimau. Serangan harimau sumatera terhadap hewan ternak juga sering terjadi. Sejarah tercatat harimau sumatera menewaskan 3 ekor sapi yang terjadi di Desa Talang Kebun Kecamatan Lubuk Sandi, Bengkulu. Sementara itu dalam kurun waktu dua tahun terakhir tercatat 26 kasus konflik harimau dengan manusia, sebanyak 16 kasus menewaskan manusia dan sisanya memangsa ternak masyarakat. Provinsi Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi harimau sumatera. Namun sayang sekali, meskipun sudah dilindungi secara hukum, populasi harimau terus mengalami kemerosotan hingga 70% dalam seperempat abad terakhir. Menurut data WWF Indonesia, tahun 2007 diperkirakan hanya tersisa 192 ekor harimau sumatera di Provinsi Riau.
Maka dari itu sangat diperlukan adanya konservasi harimau sumatera untuk mencegah dari kepunahannya. Meningkatkan populasi harimau sumatera beserta alamnya menggunakan metode konservasi in-situ merupakan progam utama konservasi harimau sumatera dan pemulihan populasi harimau dan habitat alaminya. Menurut wikipedia, beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan membangun jaringan komunikasi dan kemitraan untuk meningkatkan kerjasama konservasi di semua tingkatan baik lokal, nasional, maupun internasional. Mengembangkan pengawasan terpatu dan intensif antara pemerintah, lembaga non pemerintah, dan masyarakat terhadap kegiatan konservasi. Selain itu juga dilakukan pendidikan kepada masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan tentang pentingnya konservasi harimau sumatera dan membangun mekanisme pendanaan yang berkelanjutan dalam mendukung konservasi harimau sumatera, dan lain sebagainya. Di Indonesia sendiri sudah ditetapkan bahwa perdagangan bagian tubuh harimau merupakan perbuatan kriminal dengan melanggar Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. TFCA-Sumatera menggandeng mitra Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) untuk melakukan konservasi. Konservasi harimau sumatera sudah dilaksanakan seperti di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh yang saat ini telah berhasil mengidentifikasi 58 individu harimau menggunakan camera trap. TFCA-Sumatera juga melakukan aksi penyelamatan habitat harimau sumatera dengan menggunakan jaringan AKAR (Aliansi Konservasi dan Alam Raya). Taman Nasional Gunung Leuser dan Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh juga menjadi habitat berbagai satwa termasuk harimau sumatera. Hutan lindung singgah mata yang berada di Kecamatan Beutong, Aceh juga menjadi habitat harimau sumatera. Taman marga satwa dan budaya kinantan kota Bukittinggi, Sumatera Barat juga menjadi tempat tinggal harimau sumatera. Taman Nasional Batang Gadis merupakan taman nasional di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara yang berfungsi untuk menyelamatkan satwa dilindungi di alam termasuk harimau sumatera.
Indonesia memang memiliki banyak keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna. Namun kelimpahan keanekaragaman hayati tersebut tidak dimanfaatkan dan diperlakukan dengan bijaksana oleh masyarakat Indonesia. Banyaknya eksploitasi dan perburuan liar menjadikan kelimpahan keanekaragaman hayati tersebut menurun, misalnya pada fauna harimau sumatera. Habitat harimau sumatera juga diambil alih oleh segelintir kelompok untuk kepentingannya pribadi misalnya dijadikan lahan pabrik industri, perumahan, perkebunan, dan sebagainya. Hal tersebut menjadikan harimau sumatera kehilangan tempat tinggal sehingga akan mencari tempat tinggal lainnya dengan cara memasuki perkebunan warga. Namun hal tersebut akan berujung kematian pada harimau sumatera tersebut. Sebenarnya siapa yang salah? Tidak dapat disalah-salahkan karena semakin meningkatnya kelahiran penduduk maka semakin tinggi kebutuhan hidup yang harus terpenuhi, kebutuhan tersebut kebanyakan berasal dari alam, flora, dan fauna.
Thalita Aldila Pramitasari